Santet dan hukum positif
Zaman boleh saja kian modern, peralatan semakin canggih seiring perkembangan teknologi terkini. Namun, hal itu tidak menepiskan adanya fenomena perdukunan dan santet di masyarakat. Sebagian pihak memandang perlu adanya pengaturan santet dalam hukum positif Indonesia dengan memasukkannya sebagai delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Akhirnya, setelah melalui pro dan kontra yang panjang, Panitia Kerja Rancangan KUHP yang terdiri dari perwakilan DPR dan pemerintah menyetujui masuknya pasal santet tersebut dalam R-KUHP. Regulasi yang mengatur tentang kekuatan supranatural itu terdapat dalam Pasal 295 draf RUU yang disusun pemerintah. Kejahatan-kejahatan ilmu hitam dibahas dan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP) yang digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap orang yang berupaya menawarkan kemampuan magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara. Aturan tersebut diatur dalam Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumkan dalam Pasal 293. Berikut ini kutipan pasal yang mengatur tentang santet dan ilmu hitam lainnya itu: "(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV; (2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga.". Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang digodok Dewan Perwakilan Rakyat ternyata mengandung unsur santet. Dalam rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah tersebut, pasal 293 mengatur penggunaan ilmu hitam ini. Pasal - pasal tersebut merupakan perluasan dari Pasal 162 KUHP yang mengatur larangan membantu tindak pidana. Bunyinya:
‘’Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 400.500.’’
‘’Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 400.500.’’
Sementara dalam penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan itu dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic) yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh atau santet. Tetapi santet akan sulit dibuktikan dan begitu pula oleh aparat penegak hukum yang menangani perkaranya, praktik santet sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi untuk membuktikan siapa pelaku ataupun korbannya sulit dibuktikan. Seorang penegak hukum, tidak bisa menjadikan sebagai alat bukti pengakuan seorang pelaku supranatural (dukun) bahwa si B sakit dan ditemukan jarum di dalam perutnya akibat disantet atau diguna-guna oleh si A. Bahkan, katanya, keterangan seorang penghayat supranatural juga tidak dapat dijadikan bukti untuk menjerat, misalnya si A melakukan perbuatan melanggar hukum untuk diajukan ke pengadilan negeri. Santet bukan merupakan kata yang asing di telinga masyarakat Indonesia. Santet, atau juga dikenal sebagai sihir, adalah perbuatan dengan menggunakan kekuatan gaib. Sering juga, santet disebut dengan istilah "guna-guna". Santet biasanya melibatkan munculnya kematian yang tidak wajar, tiba-tiba, kerugian, atau penyakit yang tidak jelas penyebabnya. Hal tersebutlah yang membuat hal ini agak sukar untuk dibuktikan dipersidangan. Karena alat bukti santet sangat sulit untuk dipertangungjawabkan secara logis.
Comments
Post a Comment