Kartu sim dan perlindungan hukum

Melalui Peraturan Menteri Kominfo, dari 31 Oktober 2017—28 Februari 2018 seluruh pemilik kartu SIM prabayar di Indonesia diwajibkan untuk mendaftarkan data diri berupa Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Induk Kartu Keluarga lewat SMS ke nomor operator. Jika hingga batas akhir waktu registrasi pelanggan belum mendaftarkan diri, nomor pelanggan akan diblokir. Menurut Kemenkominfo, aturan baru ini bertujuan untuk mengurangi penipuan lewat komunikasi seluler dan memvalidasi data pengguna layanan seluler. Tapi, sejumlah keberatan datang dari konsumen. Misal soal privasi. Apakah registrasi yang menyetorkan NIK dan NIKK ini berarti provider kini memegang data kependudukan konsumennya? Kemudian, apa jaminan akan ada sanksi hukum jika data itu disalahgunakan? Keberatan tersebut masuk akal. Sebelumnya konsumen sudah trauma dengan kasus e-KTP yang mana data 110 juta warga Indonesia kini justru dipegang perusahaan asing yang berlokasi di AS. Ini disebutkan sendiri oleh Mendagri Tjahyo Kumolo. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, perlindungan data pelanggan harus sesuai standar ISO 27001. Operator hanya memvalidasi data calon pelanggan dan pelanggan lama berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) yang terekam di database Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil). Sebab, sesuai ISO 270001, operator akan menjamin data pelanggan. Operator dan/atau gerai sebagai mitra menjamin perlindungan data pelanggan sesuai ISO 27001. 
Data pelanggan lama otomatis akan diganti dengan nama/identitas pelanggan baru. Terkait adanya kekhawatiran, operator menjamin perlindungan data pelanggan. Sesuai ISO 27001, operator akan menjamin keamanan data pelanggan. Tak hanya keamanan, bahkan balik nama pun, nama data pelanggan lama diganti dengan data nama baru, secara otomatis bisa langsung berubah. Prinsipnya, operator tidak menarik data dari dukcapil. Mereka hanya validasi., seluruh operator seluler diwajibkan memiliki keamanan data yang memenuhi standar ISO 27001. Namun jika memang maksudnya melindungi hak-hak pribadi (privacy rights) mengapa caranya justru dengan mensyaratkan pendaftaran Nomor Induk Kartu Keluarga (NIKK)? Kita tahu, KK bukan hanya memuat identitas lengkap dan susunan keluarga batih setiap anggota keluarga, tapi juga memuat lengkap identitas kedua orang tua kandung dari pasangan keluarga, meskipun salah satu atau kedua ortunya sudah meninggal. Sejak perubahan format KK sekitar tahun 2010, pencantuman identitas ayah dan ibu kandung dalam KK saja sudah bermasalah, tidak jelas untuk maksud/kepentingan apa? Kita tahu juga bahwa nama ibu kandung setiap orang digunakan sebagai kunci rahasia (password) untuk memverifikasi identitas nasabah perbankan. Apalagi kini ditambah dengan kewajiban setiap pelanggan kartu ponsel prabayar untuk mendaftarkan ulang dengan tambahan persyaratan wajib mencantumkan NIKK. Artinya memberi perusahaan jasa telekomunikasi akses lebih terperinci dan luas terhadap data pribadi seseorang dan anggota keluarganya. Sudah 72 tahun merdeka, RI tidak memiliki UU khusus yang bertujuan menghormati dan melindungi hak-hak pribadi. Di tengah-tengah tiadanya jaminan UU terhadap salah satu hak-hak sipil yang paling mendasar tersebut. Alih-alih melindungi data pribadi. Namun kesan nya malah pemerintah memaksa orang untuk memberikan akses data keluarganya kepada korporasi telekomunikasi.

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya membara

Paspor Jepang nomer 1 di dunia

Hacker dan Konsekuensinya Terhadap Hukum