Hacker dan Konsekuensinya Terhadap Hukum
Apa anda masih ingat kasus yang terjadi beberapa tahun lalu ketika Divisi Siber Bareskrim Mabes Polri mengungkap sindikat kasus penyebaran ujaran kebencian terkait SARA melalui media sosial dan laman saracen.com. Pelaku yang ditangkap hanyalah tiga dari 800 ribu orang yang menjalankan 'bisnis' ujaran kebencian dengan menerima pesanan dari berbagai pihak. Nilai orderannya dari mulai Rp75 juta sampai dengan Rp100 juta. Kelompok ini menamai diri mereka Saracen, sebutan untuk penganut Islam di abad pertengahan. Saracen merupakan sebutan bagi muslim, baik orang Arab maupun Turki yang tinggal di Semenanjung Sinai. Istilah Saracen kemudian digunakan untuk menyebut semua orang Arab pada abad-abad berikutnya. Pasukan "Saracen" tidak hanya terdiri dari orang Arab dan Turki, dua kelompok etnis terbesar yang berperang melawan tentara salib, Saracen juga termasuk Kurdi, Nubia, dan Berber.
Mereka yang disebut “orang Arab” pun terdiri dari orang-orang Suriah, Badui dan Mesir, dan istilah "Turki" juga sebenarnya mencakup berbagai suku Turkmen. Terbongkarnya jaringan Saracen yang menyebarkan konten SARA melalui teknologi informasi dan komunikasi, harus dianggap sebagai salah satu ancaman siber yang serius. Pasalnya, kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu agama saja tetapi menyerang berbagai pihak termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis. Perkembangan teknologi memang memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi dapat memberikan manfaat positif yang dapat membantu dan memajukan kehidupan manusia, di sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya. Secara hukum tentu saja ada konsekuensi bagi yang melanggar peraturan melalui media internet. Namun internet adalah dunia replika yang sangat luas dan sendi sendinya tak terbatas. Pencegahan maupun penanganannya tentu agak sedikit riskan walaupun secara hukum sudah dibuat pasal pasal yang berkaitan dengan kejahatan cyber.
Orang orang tertentu yang dapat mengobrak ngabrik keamanan dalam internet dan mengecoh progam biasa disebut hacker, dan biasanya hacker sangat lekat dengan tindak kriminal. Hacker alias peretas merupakan orang yang ahli menerobos masuk ke dalam sistem keamanan jaringan komputer milik seseorang atau instansi. Walaupun tujuannya beragam, bisa jadi atas dasar keuntungan, motivasi, ataupun sekadar tantangan. Keberadaan hacker bisa menjadi ancaman dari pengembang-pengembang situs internet. Di Indonesia sendiri hukum tentang hacker diatur dalam Aturan mengenai peretasan di Indonesia diatur di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau UU ITE. Mereka yang melakukan peretasan dapat dijerat oleh Pasal 30 UU ITE. Pasal itu berisi tiga varian delik yang membuat peretas bisa dikenai hukum pidana, yakni dengan sengaja dan tanpa hak:
Tidak main – main, kejahatan cyber memang telah menjadi momok sekarang ini. Salah satu kelompok hacker yang paling ditakuti adalah kelompok Anonymous. Kelompok hacker ini dikenal dengan atribut topeng Guy Fawkes dalam film `V for Vendetta` dan pada tahun 2012 tercatat memiliki anggota lebih dari 5.635 orang. Beberapa Website besar yang pernah mereka serang adalah situs FBI, Departemen Kehakiman, Universal Music Group, PayPal, MasterCard, Sony PlayStation Network dan situs besar lainnya. Kelompok hacker yang mamiliki moto "Kami adalah Anonymous. Kami adalah Pasukan. Kami tidak memaafkan. Kami tidak melupakan. Tunggu Kami" ini bahkan pernah mengancam Pentagon, Facebook, serta grup kartel narkoba Meksiko `Los Zetas`. Di era perkembangan teknologi yang serba online ini, kejahatan hacking menjadi semakin marak. Dan salah satu pencegahannya adalah untuk selalu berhati hati dan berhenti membagikan hal hal pribadi kita di internet.
Mereka yang disebut “orang Arab” pun terdiri dari orang-orang Suriah, Badui dan Mesir, dan istilah "Turki" juga sebenarnya mencakup berbagai suku Turkmen. Terbongkarnya jaringan Saracen yang menyebarkan konten SARA melalui teknologi informasi dan komunikasi, harus dianggap sebagai salah satu ancaman siber yang serius. Pasalnya, kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu agama saja tetapi menyerang berbagai pihak termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis. Perkembangan teknologi memang memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi dapat memberikan manfaat positif yang dapat membantu dan memajukan kehidupan manusia, di sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya. Secara hukum tentu saja ada konsekuensi bagi yang melanggar peraturan melalui media internet. Namun internet adalah dunia replika yang sangat luas dan sendi sendinya tak terbatas. Pencegahan maupun penanganannya tentu agak sedikit riskan walaupun secara hukum sudah dibuat pasal pasal yang berkaitan dengan kejahatan cyber.
Orang orang tertentu yang dapat mengobrak ngabrik keamanan dalam internet dan mengecoh progam biasa disebut hacker, dan biasanya hacker sangat lekat dengan tindak kriminal. Hacker alias peretas merupakan orang yang ahli menerobos masuk ke dalam sistem keamanan jaringan komputer milik seseorang atau instansi. Walaupun tujuannya beragam, bisa jadi atas dasar keuntungan, motivasi, ataupun sekadar tantangan. Keberadaan hacker bisa menjadi ancaman dari pengembang-pengembang situs internet. Di Indonesia sendiri hukum tentang hacker diatur dalam Aturan mengenai peretasan di Indonesia diatur di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau UU ITE. Mereka yang melakukan peretasan dapat dijerat oleh Pasal 30 UU ITE. Pasal itu berisi tiga varian delik yang membuat peretas bisa dikenai hukum pidana, yakni dengan sengaja dan tanpa hak:
- Mengakses komputer atau sistem elektronik,
- Mengakses komputer atu sistem elektronik dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik,
- Melampaui, menjebol, melanggar, sistem pengaman dari suatu komputer atau sistem elektronik untuk dapat mengakses komputer atau sistem elektronik tersebut.
Tidak main – main, kejahatan cyber memang telah menjadi momok sekarang ini. Salah satu kelompok hacker yang paling ditakuti adalah kelompok Anonymous. Kelompok hacker ini dikenal dengan atribut topeng Guy Fawkes dalam film `V for Vendetta` dan pada tahun 2012 tercatat memiliki anggota lebih dari 5.635 orang. Beberapa Website besar yang pernah mereka serang adalah situs FBI, Departemen Kehakiman, Universal Music Group, PayPal, MasterCard, Sony PlayStation Network dan situs besar lainnya. Kelompok hacker yang mamiliki moto "Kami adalah Anonymous. Kami adalah Pasukan. Kami tidak memaafkan. Kami tidak melupakan. Tunggu Kami" ini bahkan pernah mengancam Pentagon, Facebook, serta grup kartel narkoba Meksiko `Los Zetas`. Di era perkembangan teknologi yang serba online ini, kejahatan hacking menjadi semakin marak. Dan salah satu pencegahannya adalah untuk selalu berhati hati dan berhenti membagikan hal hal pribadi kita di internet.
Comments
Post a Comment